Zakat merupakan salah satu instrumen keuangan sosial Islam yang memiliki peran strategis dalam mewujudkan kesejahteraan umat. Di Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, zakat memiliki potensi besar Berdasarkan laporan BAZNAS (2023), potensi zakat nasional diperkirakan mencapai Rp 327 triliun per tahun, Pada tahun 2024, BAZNAS secara nasional berhasil mengumpulkan dana zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya (ZIS-DSKL) mencapai sekitar Rp41 triliun.
Untuk mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan ekonomi. Namun, potensi besar tersebut belum diimbangi dengan pengelolaan zakat yang optimal. Salah satu penyebab pentingnya adalah minimnya pemahaman masyarakat dan amil tentang fikih zakat, baik dari aspek hukum, prinsip pendistribusian, maupun tata kelola yang sesuai syariah.
Pemahaman fikih zakat bukan hanya menyangkut kewajiban ibadah tahunan, tetapi juga menyangkut prinsip keadilan, amanah, dan tata kelola yang efektif. Dalam konteks nasional, memperkuat pemahaman fikih zakat merupakan langkah strategis untuk memperbaiki sistem pengelolaan zakat di Indonesia.
A. Zakat dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Literatur Fikih
Al-Qur’an menegaskan kewajiban berzakat dalam banyak ayat. Salah satunya firman Allah SWT:
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Terjemah Kemenag 2019
103. Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan332) dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah: 103)
332) Zakat membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta.
Ayat ini menegaskan bahwa zakat memiliki dua dimensi penting:
- Ibadah spiritual yang mensucikan,
- Ibadah sosial yang membersihkan ketimpangan.
Hadis Nabi SAW juga menegaskan peran fundamental zakat. Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan:
“Islam dibangun atas lima perkara… salah satunya menunaikan zakat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan Nabi SAW mengingatkan bahwa keberkahan harta sangat terkait dengan pelaksanaan zakat:
“Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (HR. Muslim)
Dalam kitab-kitab fikih klasik seperti Al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i, Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi, dan Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dijelaskan secara rinci tentang nisab, haul, kategori harta zakat, serta pengelolaan yang sah menurut syariah. Literatur fikih tersebut menekankan tiga prinsip penting:
- Kejelasan (al-wudhûh): harta zakat harus jelas jenisnya dan memenuhi syarat.
- Keadilan (al-‘adl): distribusi harus tepat kepada delapan asnaf.
- Amanah (al-amânah): amil harus kompeten dan berintegritas.
Prinsip-prinsip ini seharusnya menjadi acuan dalam pengelolaan zakat nasional zaman modern.
B. Tantangan Minimnya Pemahaman Fikih Zakat di Indonesia
Salah satu tantangan utama dalam pengelolaan zakat adalah rendahnya literasi fikih zakat di kalangan masyarakat. Banyak muzakki hanya memahami zakat sebagai kewajiban tahunan tanpa mengetahui detail ketentuan seperti nisab, haul, jenis harta zakat, serta kategori mustahik yang berhak menerima zakat.
Sebagian masyarakat masih menyamakan zakat dengan sedekah sehingga tidak menempatkannya secara proporsional. Ketidaktepatan ini menyebabkan potensi zakat yang besar tidak maksimal untuk memberdayakan umat.
Menurut data terbaru dari BAZNAS (Puskas BAZNAS), Indeks Literasi Zakat (ILZ) nasional tahun 2024 untuk generasi Milenial dan Gen-Z mencapai skor 74.83 (Kategori Menengah/Moderat), sedikit turun dari 2022 (75.26) namun masih meningkat signifikan sejak 2020; dimensi sikap tertinggi, sementara pengetahuan dan perilaku masih moderat dan perlu peningkatan, menunjukkan kesadaran positif tapi belum sepenuhnya terefleksi dalam tindakan nyata pembayaran zakat.
Di sisi lain, sebagian amil zakat juga belum memiliki kompetensi fikih yang kuat. Tanpa pemahaman fikih yang memadai, amil berisiko:
- salah menentukan mustahik
- keliru menyalurkan dana
- tidak memahami batasan program zakat produktif
- atau bahkan menggunakan dana di luar ketentuan syariah.
Fikih zakat bukan sekadar teori, tetapi sangat menentukan sah atau tidaknya pengelolaan zakat.
C. Pentingnya Fikih Zakat dalam Pengelolaan Zakat Modern
Pengelolaan zakat modern membutuhkan profesionalisme dan kepatuhan syariah pada saat yang sama. Fikih zakat memberikan kerangka normatif untuk menjawab persoalan-persoalan kontemporer, seperti:
- Apakah zakat profesi wajib?
- Bagaimana zakat perusahaan atau zakat saham?
- Bolehkah zakat disalurkan untuk beasiswa?
- Apa batasan penggunaan zakat untuk operasional lembaga?
- Bagaimana hukum zakat digital dan e-wallet?
Para ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradhawi dalam kitab Fiqh az-Zakat memberikan penjelasan komprehensif tentang relevansi zakat dengan ekonomi modern, termasuk zakat profesi, zakat perusahaan, dan zakat produktif. Pemikiran ini sangat penting bagi lembaga pengelola zakat nasional yang harus beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Dengan pemahaman fikih zakat yang baik, lembaga zakat dapat memastikan bahwa inovasi dan program modern tetap berada dalam batasan syariah.
D. Penguatan Fikih Zakat sebagai Dasar Kepercayaan Publik
Pengelolaan zakat sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat. Masyarakat hanya akan menyalurkan zakat melalui lembaga resmi apabila lembaga tersebut amanah, transparan, dan beroperasi sesuai syariah.
Pemahaman fikih zakat yang kuat di kalangan amil dan lembaga zakat menjadi modal penting dalam membangun kepercayaan publik. Jika lembaga zakat menunjukkan bahwa penentuan mustahik, laporan keuangan, dan program pemberdayaan berlandaskan fikih, maka masyarakat akan merasa yakin menyalurkan zakat melalui lembaga tersebut.
Sebaliknya, jika lembaga zakat tidak memahami aturan syariah dengan baik, seperti menyalurkan zakat kepada pihak yang tidak berhak atau menggunakan dana untuk kepentingan di luar asnaf, maka kepercayaan publik dapat menurun dan berdampak pada pengurangan penghimpunan zakat.
E. Membangun Pengelolaan Zakat yang Berbasis Fikih dan Kebutuhan Kontemporer
Untuk meningkatkan pengelolaan zakat nasional, diperlukan sinergi antara pemahaman fikih klasik dan pendekatan manajemen modern. Beberapa langkah strategis dapat dilakukan:
- Standarisasi Kompetensi Fikih untuk Amil
- Amil harus mendapatkan pelatihan berkala tentang fikih zakat, terutama terkait isu kontemporer. Amil bukan hanya pekerja administrasi, tetapi juga Orang yang mengabdi, melayani, menjaga dan menegakkan syariat Islam (khadim asy-syari’ah).
- Edukasi Literasi Zakat untuk Masyarakat
- Kampanye yang mengajarkan nisab, haul, jenis-jenis harta zakat, dan pentingnya menyalurkan zakat melalui lembaga resmi perlu digencarkan melalui, Intansi Pemerintahan, masjid, kampus / Sekolah - Sekolah, Perusahaan BUMN (Karyawan), Perusahaan Swasta (Karyawan), Komunitas - Komunitas dan media digital.
- Penguatan Lembaga Fatwa dalam Pengelolaan Zakat
- Keputusan strategis lembaga zakat harus melibatkan ulama dan Dewan Pengawas Syariah agar pengelolaan tidak keluar dari batasan syariah.
- Integrasi Teknologi dan Fikih
- Sistem digital untuk pendataan mustahik, penghitungan nisab, dan distribusi berbasis data penting untuk memastikan penyaluran tepat sasaran, sesuai prinsip keadilan dalam fikih.
- Penutup
Pemahaman fikih zakat memiliki peran fundamental dalam meningkatkan pengelolaan zakat nasional. Fikih memberikan arah, batasan, dan prinsip dasar agar zakat dikelola secara amanah, adil, dan sesuai syariah. Ketika masyarakat, amil, dan lembaga zakat memahami fikih zakat secara mendalam, potensi zakat yang besar di Indonesia dapat dikelola secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Menguatkan literasi fikih zakat bukan hanya kepentingan akademik, tetapi kebutuhan nasional untuk memastikan bahwa zakat berfungsi sebagai instrumen keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan sesuai ajaran Islam.
Cirebon, 10 Desember 2025
Disusun Oleh : Rori Sigit
Mahasiswa Prodi Manajemen Zakat dan Wakaf,
Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Comments are closed.