Menguatkan Literasi Fikih Zakat di Era Digital untuk Optimalisasi Pengelolaan Zakat Nasional

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, pengelolaan zakat di Indonesia menghadapi babak baru yang penuh tantangan sekaligus peluang. Lembaga zakat kini dituntut untuk bertransformasi, mulai dari sistem penghimpunan, pengelolaan, hingga penyaluran yang lebih cepat, akuntabel, dan transparan. Namun, modernisasi ini tidak boleh menjauhkan pengelolaan zakat dari fondasi utamanya: pemahaman fikih zakat yang benar dan komprehensif. Tanpa pijakan fikih yang kuat, digitalisasi justru berpotensi menyimpang dari ketentuan syariat.

Zakat dalam Perspektif Syariat

Zakat merupakan instrumen ibadah maliyah yang memiliki kedudukan sangat penting dalam ajaran Islam. Allah SWT berfirman:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka...”

(QS. At-Taubah [9]: 103)

Hadis Nabi SAW pun menegaskan bahwa zakat adalah salah satu dari lima pilar Islam (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, zakat bukan sekadar transaksi sosial atau kebijakan ekonomi, tetapi ibadah yang memiliki aturan fikih yang rinci.

Fikih zakat mengatur seluruh aspek mulai dari jenis harta, nisab, haul, kadar zakat, hingga delapan asnaf penerima zakat sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir, miskin, amil zakat… fi sabilillah, dan ibnu sabil.”

(QS. At-Taubah [9]: 60)

Literatur fikih klasik seperti al-Umm, al-Majmu’, al-Mughni, dan Bidayah al-Mujtahid telah membahas secara mendalam prinsip-prinsip zakat. Sementara literatur kontemporer seperti Fiqh az-Zakah karya Yusuf al-Qaradawi memperkaya pemahaman dengan konteks ekonomi modern.

Era Digital: Peluang Besar yang Harus Diikuti dengan Literasi Fikih

Digitalisasi telah membuka banyak pintu bagi peningkatan pengelolaan zakat nasional. Beberapa inovasi yang kini berkembang antara lain:

  • Pembayaran zakat melalui e-wallet, mobile banking, dan aplikasi digital,
  • Integrasi sistem antara BAZNAS dan LAZ untuk pelaporan real-time,
  • Pemanfaatan big data untuk memetakan mustahik dan potensi zakat,
  • Pencatatan transparan berbasis digital guna meningkatkan kepercayaan publik.

Namun, perkembangan ini juga memunculkan tantangan syariah. Misalnya, penetapan zakat atas aset modern seperti saham, pendapatan digital, platform e-commerce, ataupun kripto. Tanpa pemahaman fikih, amil dapat salah menentukan nisab, keliru dalam klasifikasi harta, atau bahkan melakukan penyaluran yang tidak sesuai syariat.

Ini menunjukkan bahwa modernisasi tanpa literasi fikih berpotensi menciptakan ketidaksesuaian antara inovasi dan aturan syariah. Karena itu, literasi fikih zakat menjadi penentu arah pengelolaan zakat nasional agar tetap berada dalam koridor agama.

Mengapa Literasi Fikih Zakat Sangat Penting?

1. Menjamin keabsahan penghimpunan zakat

Pemahaman fikih membantu menentukan apa saja yang wajib dizakati, bagaimana menghitung zakat profesi, zakat perusahaan, zakat pertanian modern, hingga zakat aset digital. Ketepatan ini meningkatkan kepercayaan muzakki karena mereka yakin zakatnya sesuai syariat.

2. Menyelaraskan inovasi digital dengan ketentuan syariah

Sistem digital harus tetap tunduk pada ketentuan seperti tamlīk (penyerahan hak milik kepada mustahik), haul, nisab, dan prioritas asnaf. Fikih menjadi pedoman untuk memastikan teknologi tidak melampaui batas.

3. Memperkuat integritas lembaga zakat

Masyarakat kini menuntut transparansi dan profesionalitas lembaga zakat. Ketika amil menguasai fikih zakat, mereka dapat menjalankan tugas dengan amanah dan memiliki pijakan argumentatif yang kuat.

4. Membantu merumuskan kebijakan zakat yang responsif

BAZNAS, LAZ, dan pemerintah membutuhkan perspektif fikih dalam menentukan regulasi zakat nasional. Misalnya, penetapan standar zakat perusahaan, tata kelola pendistribusian produktif, hingga aturan dana zakat untuk program pemberdayaan.

5. Memperkuat peran zakat dalam pengentasan kemiskinan

Fikih bukan hanya berbicara kewajiban, tetapi juga mengandung nilai maqashid syariah: menjaga harta, keadilan sosial, dan mengangkat derajat kaum lemah. Literasi fikih membantu lembaga zakat merancang program pemanfaatan dana zakat yang berkelanjutan—bukan sekadar konsumtif.

Sinergi Teknologi dan Fikih: Masa Depan Zakat Nasional

Dalam menghadapi perubahan zaman, diperlukan sinergi antara prinsip-prinsip fikih dan teknologi digital. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan:

1. Pelatihan intensif fikih zakat bagi seluruh amil dan pemangku kebijakan.

2. Penerapan unit kepatuhan syariah (sharia compliance unit) di setiap lembaga zakat.

3. Integrasi data mustahik berbasis teknologi untuk penyaluran yang lebih tepat sasaran.

4. Standardisasi nasional atas isu-isu kontemporer zakat melalui fatwa MUI dan BAZNAS.

5. Pemanfaatan AI dan big data untuk memetakan potensi zakat dan kebutuhan mustahik.

6. Penguatan kurikulum fikih zakat kontemporer di perguruan tinggi, terutama pada Prodi Manajemen Zakat dan Wakaf.

Dengan sinergi fikih dan teknologi, zakat dapat memainkan peran yang lebih besar dalam menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan umat, serta memperkuat kemandirian ekonomi bangsa.

Penutup

Era digital membuka peluang besar bagi penguatan pengelolaan zakat nasional. Namun, transformasi ini hanya akan berhasil apabila dibangun di atas fondasi pemahaman fikih zakat yang komprehensif. Fikih memberikan arah dan aturan, sementara teknologi menyediakan kecepatan dan efisiensi. Keduanya harus berjalan beriringan agar zakat tetap sesuai syariat sekaligus mengikuti perkembangan zaman.

Oleh karena itu, menguatkan literasi fikih zakat di era digital bukan hanya keharusan akademis, tetapi juga kebutuhan strategis untuk membangun tata kelola zakat nasional yang profesional, akuntabel, dan berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat.

 

Wallahu Ta’ala A’lam

Penulis : Alif Subhan Abdi Sungkar

Prodi Manajemen Zakat dan Wakaf

Fakultas Agama Islam

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Comments are closed.