SIAPAKAH YANG HARUS KITA TOLONG?

Pada pembahasan kali ini, saya akan mengulas seputar tolong-menolong. Baik itu pengertian, landasan ayat yang berkenaan dengan tolong-menolong dan juga hikmah tolong-menolong.

Secara harfiah, tolong-menolong merupakan sebuah tindakan simpatik seseorang terhadap orang lain baik disengaja atau tidak. Tolong menolong juga dapat diartikan sebagai upaya atau sikap saling membantu sesama untuk meringankan beban atau penderitaan orang lain. Kita bisa mengambil contoh tolong-menolong dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam firman Allah juga dijelaskan yang artinya: ”Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”(Qs. Al-Ahzab: 21)

Ketika Aisyah radhiyallahu anha ditanya oleh seorang sahabat mengenai akhlak Rasulullah , maka Aisyah menjawab ‘beliau seperti Al-Qur’an yang berjalan.’

Dalam hal ini telah terlihat jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai akhlak yang sangat mulia dan patut kita contoh dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu sifat beliau adalah mempunyai jiwa yang rendah hati. Ada satu kisah inspiratif sebagai bukti dari kerendah hati beliau dan juga kesabaran beliau, yaitu tentang seorang pengemis Yahudi buta disudut pasar Madinah Al-Munawaroh yang selalu mencela  Rasulullah. Hari demi hari dia mencela Rasulullah dengan mengatakan “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad. Dia itu gila, dia pembohong, dia tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya.”

Sebagai seorang Nabi yang diberi wahyu oleh Allah Subhanhu Wa ta’ala,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu tahu apa yang dilakukan pengemis itu. Setiap pagi, Rasulullah mendatanginya dengan membawa makanan dan tanpa sepatah kata pun Rasulullah menyuapi pengemis tersebut. Meskipun pengemis tersebut mencela dirinya. Namun, Rasulullah tetap menyuapinya dengan lembut. Hal itu, terus dilakukan Rasulullah sampai beliau wafat. Setelahnnya Rasulullah wafat, kebiasaan itu pun dilanjutkan oleh sahabatnya, Abu Bakar as-shidiq. Namun, berbeda dengan Rasulullah, Abu Bakar menyuapi pengemis itu dengan sedikit kasar. Siapa yang tidak kesal mendengar orang yang dicintainya dicela seperti itu. Begitulah kiranya yang dirasakan Abu Bakar as-shidiq. Sewaktu Abu Bakar menyuapinya, si pengemis marah. Dia mengatakan bahwa orang yang menyuapinya saat ini bukanlah orang yang selalu menyuapinya, dia juga mengatakan bahwa ‘tangan ini tidak susah untuk memegang dan mulut ini tidak susah untuk mengunyah’. Disana Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil mengatakan “Aku memang bukan orang yang biasa mendatangimu. Aku adalah salah seorang sahabatnya, orang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

 Setelah mendengar cerita Abu Bakar, pengemis itu lalu menangis dan bersedih. Dia menyesal karena selama ini selalu menghina dan memfitnah Rasulullah dan saat itu juga pengemis itu pun bersyahadat dihadapan Abu Bakar. Dari kisah tersebut , kita dapat mengambil hikmah yang luar biasa. Hikmah itu yaitu kelembutan dari budi dan sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sahabat mari kita belajar untuk selalu berusaha menolong orang lain, bagaimana pun kondisi kita saat ini. Saat ada yang merasa kesusahan, cobalah untuk membantu meringankan beban mereka. Bisa jadi apa yang telah diberikan untuk orang lain, Allah akan memberikan ganti dan balasan yang jauh lebih baik.  

Comments are closed.