Sejarah Qurban

Syariat qurban sudah diselenggarakan sejak zaman Nabi Ibrahim a.s. Dalam Tafsir Alquranil ‘Adzim karya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa syariat qurban bermula dari peristiwa mimpi yang dialami Nabi Ibrahim a.s. Didalam mimpinya beliau mendapat perintah dari Allah SWT. untuk mengorbankan/menyembelih anak tercintanya Nabi Ismail a.s. yang pada waktu itu berusia 7 tahun. Peristiwa yang tidak humanis dan tidak masuk akal ini diabadikan dalam Al-Qur’an:

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: Ibrahim berkata: “Hai anakkku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?” Ismail menjawab: “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang bersabar.” (QS. Ash-Shaffat: 102)

Ketika keduanya bersiap-siap untuk melaksanakan perintah Allah SWT., maka datanglah setan sambil berkata: “Ibrahim, kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih? Apa kata orang nanti? Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembelih! Coba lihat, anaknya lincah seperti itu! Anaknya pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong! Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia.”

Nabi Ibrahim a.s. sudah mempunyai tekad. Ia mengambil batu lalu mengucapkan: “Bismillahi Allahu akbar!”, maka setan yang mengganggu pun pergi. Proses pelemparan batu itu dilakukan untuk mengusir setan. Dan akhirnya proses tersebut dilakukan oleh seluruh jama’ah haji yang merupakan salah satu rangkaian ibadah haji yang disebut dengan melempar jumrah.

Pada saat Nabi Ibrahim a.s. yang belum juga mengayunkan pisau ke leher anaknya, Ismail mengira bahwa ayahnya ragu. Maka Ismail melepaskan ikatan tali di tangannya seraya meminta ayahnya untuk mengayunkan pisau sambil memalingkan muka agar tidak melihat wajahnya.

Mendengar jawaban anaknya, Nabi Ibrahim a.s. pun semakin memantapkan niatnya untuk melaksanakan perinah Allah itu, begitupun dengan anaknya, Nabi Ismail a.s. Beberapa saat setelah pisau digerakkan, kemudian Allah SWT menyeru melalui firman-Nya untuk menghentikan aktifitas penyembelihan terhadap Ismail karena Allah SWT telah meridhoi keikhlasan dan ketawakalan mereka.

Sebagai imbalannya, Allah SWT mengganti Nabi Ismail a.s dengan seekor kambing Gibas sebagaimana diterangkan dalam QS. Ash-Shaffat: 107-110 :

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ - وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ - سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ - كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Artinya: “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Kejadian yang dialami Nabi Ibrahim a.s dan anaknya Nabi Ismail a.s membuat Malaikat Jibril merasa kagum. Kekaguman Malaikat Jibril a.s. pun berkata: “ Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,” yang kemudian dijawab oleh Nabi Ibrahim a.s. “ Laa ilaha Illahu Allahu Akbar”. Nabi Ismail a.s pun menyambung ucapan ayahnya dengan “Allahu Akbar Walillahil Hamdu”.

Wallahu a’lam bis showab

 

Comments are closed.